Sore ini kita merasa disentakkan oleh kenyataan yg sering kita abaikan. Kita mengikuti sebuah acara bincang psikologi yang menghadirkan Ibu Novi, Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan di kanal Youtube. Temanya sederhana, namun sangat relevan dan dalam: “Menguak Fenomena Brain Root”.
Brain root,_ istilah ini merujuk pada akar² perkembangan otak yg terganggu. Akar yg seharusnya tumbuh kuat, tapi kini banyak yg rapuh. Salah satu penyebabnya adalah dunia digital, sosial media dengan algoritma yg tak pernah tidur. Algoritma yg membentuk apa yg anak² kita lihat, pikirkan, rasakan. Dunia yg seolah tanpa jeda, tapi juga minim kebermaknaan.
Lalu Bu Novi berkata sesuatu yg menghujam hati kita: “Dalam pendidikan hari ini, kita membutuhkan HERO.”
HERO =Hope, Empathy, Resilience, Optimism.
Dan saya merenung… anak² kita memang sedang sangat membutuhkannya.
1. Hope: harapan. Banyak anak datang ke sekolah bukan hanya membawa buku dan tas, tapi juga luka & lelah dari rumah, maupun dari lingkungan. Mereka butuh guru yg mampu berkata: “Kamu punya masa depan. Dan kamu pantas mendapatkannya.” Harapan sederhana itulah yg sering jadi bahan bakar mereka untuk mampu bertahan.
2. Empathy: empati. Anak² kita butuh didengar. Bukan dihakimi. Mereka butuh ruang aman untuk menceritakan kegelisahannya tanpa takut disalahkan. Mereka ingin dimengerti, bukan dikendalikan. Ketika kita mampu melihat dari mata murid, bukan hanya dari papan nilai, di sanalah empati tumbuh.
3. Resilience : ketangguhan. Dunia mereka penuh tekanan, perbandingan, kompetisi, dan ekspektasi. Mereka butuh orang dewasa yg menuntun, bukan membebani. Yang mengajarkan bahwa jatuh itu biasa, bangkit itu luar biasa. Dan bahwa gagal bukan akhir, tapi bagian dari proses.
4. Optimism: optimisme. Anak² kita harus percaya bahwa dunia ini masih layak diperjuangkan. Bahwa ada masa depan yg indah menunggu, selama mereka mau terus belajar & bertumbuh. Kita harus jadi cermin optimisme itu di hadapan mereka.
Ternyata... Semua itu… tidak harus dimulai dari panggung besar.
Cukup dari ruang² kelas kita. Kelas kecil, penuh cerita. Cukup dari membiasakan dialektika ruang² berbicara, berdiskusi, saling mendengar, saling memahami. Ruang di mana kita bukan dewa pengetahuan, tapi teman tumbuh yg setara.
Saat kita memberi waktu untuk mendengar pertanyaan mereka, merespon keresahan mereka, mengajak mereka berpikir bersama, di situlah kita sedang merawat akar.
Akar yg akan menjadikan mereka manusia seutuhnya.
Dan hari ini saya sadar… ketika kita membudayakan dialog yg manusiawi, ketika kita hadir utuh di depan mereka, ketika kita menjadi penyala harapan, empati, ketangguhan, dan optimisme, maka sebenarnya kita bukan hanya sedang berjuang menjadi guru. Tapi lebih dari itu… "KITA SEDANG BERJUANG MENJADI MANUSIA".