Sabtu, 09 Maret 2024

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS HOTS

 A. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukaan perangkat – perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku, film, komputer dan kurikulum.16Menurut Trianto model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial.17Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para guru dalam melaksnakan pembelajaran. Untuk pemilihan model ini sangat dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Disamping itu pula, setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahapan- tahapan (sintak) oleh peserta didik dengan bimbingan guru. Antara sintak yang satu dengan sintak yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan –perbedaan ini berlangsung diantara pembukaan dan penutup yang harus dipahami oleh guru supaya model – model pembelajaran dapat dilaksanakan dengan berhasil.18

Soekamto mengemukakan bahwa maksud dari model pembelajaran, merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

22https://magisterolahragaunlam.blogspot.com/2016/03/pentingnyamodel-

pembelajaran.html jum’at 25 Oktober 2019 pukul 12.31.

merencanakan aktivitas belajar mengajar.19Dari pengertian model pembelajaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang digunakan untuk menyusun kurikulum dan materi pelajaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas sehingga tercapainya tujua pembelajaran yang diinginkan oleh guru. Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu:

a. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.

b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran.

c. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa.

d. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis.20 Penggunaan Model pembelajaran harus dipahami oleh

Guru karena guru memiliki peran penting agar proses pembelajaran yang berlangsung dapat meningkatkan pemahaman peserta didik dalam proses belajar mengajar. Hal ini sangat penting untuk menciptakan pembelajaran bermakna terhadap peserta didik.

2. Ciri – ciri Model Pembelajaran

Ciri-ciri Model pembelajaran sebagai berikut:21

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dan para ahli tertentu sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herben Thelen dan berdasarkan teori Jhon Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

b. Memiliki misi dan tujuan pendidikan, Contoh model berfikir induktif dirancang untukmengembangkan proses belajar induktif.

c. Sebagai pedoman perbaikan dalam kegiatan belajar mengajar dikelas, contoh model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.

d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : 

1.urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); 

2.adanya prinsip-prinsip reaksi; 

3. Sistem sosial; dan 

4. Sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

e. Memiliki dampak akibat terapan model pembelajaran, dampak itu meliputi: 1.Dampak pembelajaran (hasil belajar yang dapat diukur) 2. Dampak pengiring (hasil belajar jangka panjang).

f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

3. Manfaat Model Pembelajaran

model digunakan untuk membantu memperjelas prosedur, hubungan serta keadaan keseluruhan dari apa yang di desain. Menurut joyce dan weil (1980), ada beberapa kegunaan dari model, antara lain:22

a. memperjelas hubungan fungsional diatara berbagai komponen, unsur atau elemen sistem tertentu.

b. Prosedur yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan dapat diidentifikasi secara tepat.

c. Dengan adanya model maka berbagai kegiatan yang dicakupnya dapat dikendalikan.

d. Model akan mempermudah para administrator untuk mengidentifikasi komponen, elemen yang mengalami hambatan jika kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak efektif dan tidak produktif mengidentifikasi mengidentifikasi secara tepat cara-cara untuk mengadakan perubahan jika pendapat ketidaksesuaian dari apa yang telah dirumuskan.

e. Dengan menggunakan model, guru dapat menyusun tugas-tugas siswa menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.

B. Higher Order Thinking Skill (HOTS)

1. Pengertian Higher Order Thinking Skill(HOTS)

Higher Order Thinking Skill (Hots) adalah HOTS adalah kemampuan berfikir strategis yang merupakan kemampuan menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, menganalisa argumen, negosiasi isue, atau membuat prediksi.23 Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Ali- Imron ayat 190-191

Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (QS Ali- Imron: 190-191).

Seseorang yang memiliki keterampilan berfikir akan dapat menerapkan informasi baru atau pengetahuannya untuk memanipulasi informasi dalam upaya menemukan solusi atau jawaban yang mungkin untuk sebuah permasalahan yang baru. Keterampilan berfikir tingkat tinggi perlu dimiliki oleh siswa agar mereka dapat menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang pada umumnya membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.24Berpikir kritis adalah pola berpikir konvergen, dan berpikir kreatif adalah pola berpikir divergen. Berpikir konvergen merupakan proses mengolah suatu informasi dari berbagai sudut pandang untuk memperoleh suatu kesimpulan. Sedangkan divergen merupakan pengembangan pikiran dari suatu informasi menjadi berbagai ide atau sudut pandang.

Menurut Resnick (1987) Higher Order Thinking Skill adalah proses kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar. Keterampilan ini juga digunakan untuk menggaris bawahi berbagai proses tingkat tinggi menurut jenjang Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikankedalam keterampilan berfikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating)

Gambar 1.

Aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi


Tabel 2.1

Proses pembelajaran Hots (Higher Order Thinking Skill)

1

Menganalisis

Memecah materi kedalam bagian- bagiannya dan menentukan bagaimana bagian-bagian itu terhubung antar bagian dan ke struktur atau tujuan keseluruhan.

2

Menilai/ Mengevaluasi

Membuat pertimbangan berdasarka kriteria atau standar.

3

Mengkreasi/ Mencipta

Menempatkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk keseluruhan secara koheren atau fungsional; menyusun kembali unsur-unsur kedalam pola atau struktur baru



Keterampilan berfikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal sebagai Higher Order Thinking Skill (HOTS) dipicu oleh empat kondisi :

1. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik dan tidak dapat digunakan disituasi belajar lainnya.

2. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi dan kesadaran dalam belajar.

3. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktiv.

4. Keterampilan berfikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berfikir kritis, dan kreatif.

2. Model – model pembeajaran Higher Order Thinking Skill

(HOTS )26

implementasi kurikulum 2013 menurut permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk prilaku saintifik, social, serta mengembangkan rasa keingintahuan, ketiga model tersebut adalah:

a. Model Discovery/Inquiry Learning

Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/inquiry Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi,

klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferensi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiriadalah the mental process of assimilating concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001: 219). Langkah kerja (sintak) model pembelajaran penyingkapan/penemuan adalah sebagai berikut:

a. Sintak model Discovery Learning

1) Pemberian rangsangan (Stimulation);

2) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);

3) Pengumpulan data (Data Collection);

4) Pengolahan data (Data Processing); 5) Pembuktian (Verification), dan

6) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).

Langkah –langkah pembelajaran Discovery Learning

Langkah kerja

Aktivitas pendidik

Aktivitas siswa

Pemberian Rangsangan (Stimulation)

Guru memulai kegiatan dengan mengajukan pertanyaan (mengacu pada pemecahan masalah)

-Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang membingungkan, kemudian dilanjutkan untuktidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.

-stimulasi pada fase ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

Pernyataan/indikasi masalah (Problem statement)

Guru memberi kesempatan pada pesrta didikuntuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian dipilih sebagai hipotesis (jawaban sementara)

Permasalahan yang dipilih selanjutnya harus dirumuskan dalambentuk pertanyaan atau hipotesis yakni pernyataan sebagaijawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Pengumpulan data Data Collection

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesembatan padapeserta didik untukmengumpulkan informasi yang releva sebanyak-banyaknya untukmembuktikan benar atau tidaknya hipotesis

Pada tahap iniberfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atautidaknya hipotesis dengan demikian peserta didik diberikesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek atau wawancara dengan nara sumber dll

Pengolahan data

(Data processing)

Guru melakukan bimbingan pada saat peserta didik melakuka n pengolahan data

Pengolahan data merupakan kegiatan

mengolah data dan informasi baik melalui wawancara, observasi dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

Pembuktian

(Verification)

Verifikasi bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan bik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, atau aturan pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dikehidupnnya.

Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternative dihubungkan dengan hasil pengolahan data

Menarik

Kesimpulan

(Generalization)

Menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi

Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskanprinsip- prinsipyang mendasari generalisasi












Minggu, 03 Maret 2024

BAHAN AJAR PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA

BAHAN AJAR PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA

A. KONSEP INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS HOTS

Penilaian berbasis HOTS berasal dari dua kata yaitu Penilaian dan HOTS. Penilaian menurut permendikbud no 23 tahun 2016 adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Sedang HOTS (Higher Order Thinking Skill) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa penilaian berbasis HOTS merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik berupa kemampuan berpikir tingkat tinggi. Untuk dapat mendapatkan informasi pada proses penilaian maka diperlukan suatu alat atau Intrumen yaitu Soal HOTS.

Soal – soal HOTS merupakan instrument pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemmapuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekedar mengingat (recall), menyatakan Kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-Soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan:

1). Transfer satu konsep ke konsep lainnnya

2). Memproses dan menerapkan informasi

3). Mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda

4). Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah

5). Menelaah ide dan informasi secara kritis

Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada recall.

Dilhat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekedar mengukur dimensi factual, konseptual atau procedural saja. Dimensi metakognituf menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterprestasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indicator soal HOTS, memerlukan tingkat berpikir tingkat tinggi dimulai dari C4 sampai C6

B. KARAKTERISTIK SOAL HOTS

Untuk bisa membedakan apakah soal yang dibuat adalah soal yang termasuk kategori soal HOTS maka kita perlu mengeanl karakteristik soal HOTS itu sendiri. Ada tiga kategori soal HOTS yaitu:

1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argument (1esehat) menerapkan konsep pada situasi berbeda, Menyusun,

menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahuai, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thingking), berpikir kreatif (creative thingking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.

Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas: a. kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar; b. kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda; c. menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.

‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills.Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

2. Berbasis permasalahan kontekstual

Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, 2esehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan.Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply)dan mengintegrasikan(integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata. Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT. A. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. B. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation). C. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata. D. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah. E.

Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru. Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut. A. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia; b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata; c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

3. Menggunakan bentuk soal beragam

Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif.Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.

Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA), sebagai berikut. Pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah atau ya/tidak), isian singkat atau melengkapi, jawaban singkap atau pendek, dan uraian.

Soal HOTS terdiri dari butir soal. Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut berpikir tingkat tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus). Stimulus adalah informasi yang digunakan sebagai dasar untuk membuat pertanyaan/soal

Kriteria Stimulus soal HOTS:

1. Memuat satu atau beberapa informasi, dapat berupa gambar, grafik, tabel, wacana, dll yang memiliki keterkaitan dalam sebuah kasus sesuai dengan lingkup materi yang diujikan dalam kisi-kisi

2. Menuntut kemampuan menginterpretasi, mencari hubungan, menganalisis, menyimpulkan, memprediksi, atau menciptakan

3. Bersifat kontekstual dan menarik (terkini) untuk memotivasi peserta didik membaca. Pengecualian untuk mapel Bahasa, Sejarah boleh tidak kontekstual

4. Terkait langsung dengan pertanyaan (pokok soal) berfungsi

C. ALUR PERKEMBANGAN SOAL HOTS

Untuk bisa menyusun soal HOTS maka kita perlu mengembangkan soal HOTS berikut ini adalah alur pengembangan soal HOTS



D. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN SOAL HOTS
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS, dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal), dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan.Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS.
1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS.Tidak semua KD dapat dibuatkan model-model soal HOTS.Guru-guru secara mandiri atau melalui forum MGMP dapat melakukan analisis terhadap KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS.
2. Menyusun Soal HOTS
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu para guru dalam menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut diperlukan untuk memandu guru dalam: (a) memilih KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS, (b) memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji, (c) merumuskan indikator soal, dan (d) menentukan level kognitif.
3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong peserta didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru, belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan stimulus kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik
untuk membaca.Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS.Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci jawaban.Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian.Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat.
E. PERANAN SOAL HOTS
Soal-soal HOTS bertujuan untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi.Dalam melakukan Penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal HOTS. Berikut dipaparkan beberapa peran soal-soal HOTS dalam meningkatkan mutu Penilaian.
1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik menyongsong abad ke-21
Penilaian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan diharapkan dapat membekali peserta didik untuk memiliki sejumlah kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21. Secara garis besar, terdapat 3 kelompok kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21 (21st century skills) yaitu: a) memiliki karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin tahu, pantang menyerah, kepekaan sosial dan berbudaya, mampu beradaptasi, serta memiliki daya saing yang tinggi); b) memiliki sejumlah kompetensi (berpikir kritis dan kreatif, problem solving, kolaborasi, dan komunikasi); serta c) menguasai literasi mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Penyajian soal-soal HOTSdalam Penilaian dapat melatih peserta didik untuk mengasah kemampuan dan keterampilannya sesuai dengan tuntutan kompetensi abad ke-21 di atas. Melalui penilaian berbasis pada soal-soal HOTS, keterampilan berpikir kritis (creative thinking and doing), kreativitas (creativity) dan rasa percaya diri (learning self reliance), akan dibangun melalui kegiatan latihan menyelesaikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari- hari (problem-solving).
2. Memupuk rasa cinta danpeduli terhadap kemajuan daerah
Dalam Penilaian guru diharapkan dapat mengembangkan soal-soal HOTS secara kreatif sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya masing-masing.Kreativitas guru dalam hal pemilihan stimulus yang berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan pendidikan sangat penting.Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut dapat diangkat sebagai stimulus kontekstual.Dengan demikian stimulus yang dipilih oleh guru dalam soal-soal HOTS menjadi sangat menarik karena dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh peserta didik.Di samping itu, penyajian soal-soal HOTS dalam ujian sekolah dapat meningkatkan rasa memiliki dan cinta terhadap potensi-potensi yang ada di daerahnya.Sehingga peserta didik merasa terpanggil
untuk ikut ambil bagian untuk memecahkan berbagai permasalahan yang timbul di daerahnya
3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik
Pendidikan formal di sekolah hendaknya dapat menjawab tantangan di masyarakat sehari- hari.Ilmu pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas, agar terkait langsung dengan pemecahan masalah di masyarakat.Dengan demikian peserta didik merasakan bahwa materi pelajaran yang diperoleh di dalam kelas berguna dan dapat dijadikan bekal untuk terjun di masyarakat.Tantangan-tantangan yang terjadi di masyarakat dapat dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam Penilaian, sehingga munculnya soal-soal berbasis soal-soal HOTS, yang diharapkan dapat menambah motivasi belajar peserta didik.
4. Meningkatkan mutu Penilaian
Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan membiasakan melatih siswa untuk menjawab soal-soal HOTS, maka diharapkan siswa dapat berpikir secara kritis dan kreatif. Ditinjau dari hasil yang dicapai dalam US dan UN, terdapat 3 kategori sekolah yaitu: (a) sekolah unggul, apabila rerata nilai US lebih kecil daripada rerata UN; (b) sekolah biasa, apabila rerata nilai US tinggi diikuti dengan rerata nilai UN yang tinggi dan sebaliknya nilai rerata US rendah diikuti oleh rerata nilai UN juga rendah; dan (c) sekolah yang perlu dibina bila rerata nilai US lebih besar daripada rerata nilai UN. Masih banyak satuan pendidikan dalam kategori sekolah yang perlu dibina.Indikatornya adalah rerata nilai US lebih besar daripada rerata nilai UN. Ada kemungkinan soal-soal buatan guru level kognitifnya lebih rendah daripada soal-soal pada UN. Umumnya soal-soal US yang disusun oleh guru selama ini, kebanyakan hanya mengukur level 1 dan level 2 saja. Penyebab lainnya adalah belum disisipkannya soal-soal HOTS dalam US yang menyebabkan peserta didik belum terbiasa mengerjakan soal-soal HOTS. Di sisi lain, dalam soal-soal UN peserta didik dituntut memiliki kemampuan mengerjakan soal-soal HOTS. Setiap tahun persentase soal-soal HOTS yang disisipkan dalam soal UN terus ditingkatkan. Sebagai contoh pada UN tahun pelajaran 2015/2016 kira-kira terdapat 20% soal-soal HOTS. Oleh karena itu, agar rerata nilai US tidak berbeda jauh dengan rerata nilai UN, maka dalam penyusunan soal-soal US agar disisipkan soal- soal HOTS.
DAFTAR PUSTAKA
Modul Penyusunan Soal HOTS, 2017, Direktorat Pembina Sekolah Menengah Atas Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian









ANALISIS CP, TP, ATP, DAN KRITERIA KETERCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN

 A. Deskripsi Singkat

Mata pelatihan ini membahas tentang konsep Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), dan Krikterian Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP)

B. Target Kompetensi

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat merumuskan TP, ATP, dan KKTP

C. Indikator Pencapaian Kompetensi

Pada akhir pembelajaran, diharapkan peserta mampu :

1. Menjelaskan konsep CP

2. Menguraikan langkah-langkah merumuskan TP, ATP, dan KKTP

3. Menyusun TP, ATP, dan KKTP

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

1. Pengertian CP

2. Komponen-Komponen CP

3. Fase-Fase Capaian Pembelajaran

4. Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran

5. Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran

E. Uraian Materi

1. Pengertian Capaian Pembelajaran

Capaian Pembelajaran (CP) merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase, dimulai dari fase fondasi pada PAUD. Jika dianalogikan dengan sebuah perjalanan berkendara, CP memberikan tujuan umum dan ketersediaan waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut (fase). Untuk mencapai garis finish, pemerintah membuatnya ke dalam enam etape yang disebut fase. Setiap fase lamanya 1-3 tahun. Berikut ini adalah beberapa contoh pemanfaatan fase-fase Capaian Pembelajaran dalam perencanaan pembelajaran:

a. Pembelajaran yang fleksibel.

Ada kalanya proses belajar berjalan lebih lambat pada suatu periode (misalnya, ketika pembelajaran di masa pandemi COVID-19) sehingga dibutuhkan waktu lebih panjang untuk mempelajari suatu konsep. Ketika harus “menggeser” waktu untuk mengajarkan materi-materi pelajaran yang sudah dirancang, pendidik memiliki waktu lebih panjang untuk mengaturnya.

b. Pembelajaran yang sesuai dengan kesiapan peserta didik.

Fase belajar seorang peserta didik menunjukkan kompetensinya, sementara kelas menunjukkan kelompok (cohort) berdasarkan usianya. Dengan demikian, ada kemungkinan peserta didik berada di kelas III SD, namun belajar materi pelajaran untuk Fase A (yang umumnya untuk kelas I dan II) karena ia belum tuntas mempelajarinya. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kenaikan kelas yang disampaikan dalam Bab VII (Mekanisme Kenaikan Kelas dan Kelulusan).

c. Pengembangan rencana pembelajaran yang kolaboratif.

Satu fase biasanya lintas kelas, misalnya CP Fase D yang berlaku untuk Kelas VII, VIII, dan IX. Saat merencanakan pembelajaran di awal tahun ajaran, guru kelas VIII perlu berkolaborasi dengan guru kelas VII untuk mendapatkan

informasi tentang sampai mana proses belajar sudah ditempuh peserta didik di kelas VII. Selanjutnya ia juga perlu berkolaborasi dengan guru kelas IX untuk menyampaikan bahwa rencana pembelajaran kelas VIII akan berakhir di suatu topik atau materi tertentu, sehingga guru kelas IX dapat merencanakan pembelajaran berdasarkan informasi tersebut.

Dalam CP, kompetensi yang ingin dicapai ditulis dalam paragraf yang memadukan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau disposisi untuk belajar. Sementara karakter dan kompetensi umum yang ingin dikembangkan dinyatakan dalam profil pelajar Pancasila secara terpisah. Dengan dirangkaikan sebagai paragraf, ilmu pengetahuan yang dipelajari peserta didik menjadi suatu rangkaian yang berkaitan.

CP dirancang dengan banyak merujuk kepada teori belajar Konstruktivismedan pengembangan kurikulum dengan pendekatan “Understanding by Design” (UbD) yang dikembangkan oleh Wiggins & Tighe (2005). Dalam kerangka teori ini,“memahami” merupakan kemampuan yang dibangun melalui proses dan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat menjelaskan, menginterpretasi dan mengaplikasikan informasi, menggunakan berbagai perspektif, dan berempati atas suatu fenomena.

Enam aspek pemahaman (Wiggins and Tighe, 2005) merupakan bentuk-bentuk pemahaman yang digunakan dalam CP. Tapi tidak harus hirarkis. Pertama, penjelasan (explanation). Mendeskripsikan suatu ide dengan kata-kata sendiri, membangun hubungan antartopik, mendemonstrasikan hasil kerja, menjelaskan alasan/cara/prosedur, menjelaskan sebuah teori menggunakan data, berargumen dan mempertahankan pendapatnya. Kedua, interpretasi (interpretation). Menerjemahkan cerita, karya seni, atau situasi. Interpretasi juga berarti memaknai sebuah ide, perasaan atau sebuah hasil karya dari satu media ke media lain, dapat membuat analogi, anekdot, dan model. Melihat makna dari apa yang telah dipelajari dan relevansi dengan dirinya. Ketiga, aplikasi (application). Menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman mengenai suatu dalam situasi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari atau sebuah simulasi (menyerupai kenyataan). Keempat, perspektif (perspective). Melihat suatu hal dari sudut pandang yang berbeda, siswa dapat menjelaskan sisi lain dari sebuah situasi, melihat gambaran besar, melihat asumsi yang mendasari suatu hal dan memberikan kritik. Kelima, empati (empathy). Menaruh diri di posisi orang lain. Merasakan emosi yang dialami oleh pihak lain dan/atau memahami pikiran yang berbeda dengan dirinya. Menemukan nilai (value) dari sesuatu. Keenam, pengenalan diri (self-knowledge). Memahami diri sendiri; yang menjadi kekuatan, area yang perlu dikembangkan serta proses berpikir dan emosi yang terjadi secara internal.

Dengan demikian, pemahaman bukanlah suatu proses kognitif yang sederhana atau proses berpikir tingkat rendah.

Memang apabila merujuk pada Taksonomi Bloom, pemahaman dianggap sebagai proses berpikir tahap yang rendah (C2). Namun demikian, konteks Taksonomi Bloom sebenarnya digunakan untuk perancangan pembelajaran dan asesmen kelas yang lebih operasional, bukan untuk CP yang lebih abstrak dan umum. Taksonomi Bloom lebih sesuai digunakan untuk menurunkan/menerjemahkan CP ke tujuan pembelajaran yang lebih konkret.

CP dalam Kurikulum Merdeka tercantum dalam SK BSKAP Nomor 033 Tahun 2022 dan ditambah untuk mapel PAI pada Madrasah didalam SK Dirjen Pendis Nomor 3211 Tahun 2022.

2. Komponen-Komponen CP

Capaian Pembelajaran memiliki 4 komponen utama capaian pembelajaran dalam kurikulum merdeka. 4 Komponen tersebut merupakan unsur-unsur yang membentuk dokumen capaian pembelajaran secara utuh atau lengkap. Apa saja komponen yang terdapat dalam dokumen capaian pembelajaran? Berikut ini 4 komponennya;

a. Rasional Mapel (Mata Pelajaran)

Komponen pertama dari capaian pembelajaran yaitu Rasional Mapel yang berisi rasionalisasi terkait pentingnya mempelajari mata pelajaran tertentu dan kaitannya dengan Profil Pelajar Pancasila.

b. Tujuan Mapel

Komponen kedua yaitu Tujuan Mapel. Ini merupakan komponen yang mendeskripsikan berbagai kemampuan/ kompetensi yang perlu dicapai siswa atau murid apabila mereka telah mempelajari mapel tertentu yang dimaksud.

c. Karakteristik Mapel

Komponen ketiga yaitu Karakteristik mata pelajaran. Ini adalah komponen yang memuat penjelasan umum mengenai hal-hal yang dipelajari pada suatu mata pelajaran, elemen-elemen (unsur-unsur yang membangun keutuhan kompetensi yang diharapkan dari mata pelajaran), dan deskripsi untuk setiap elemen.

d. Capaian Pembelajaran untuk setiap Fase Perkembangan Kemampuan Murid

Komponen keempat ini mendeskripsikan cakupan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi secara umum. Capaian pembelajaran per-Fase ini dikelompokkan berdasarkan elemen yang sesuai menurut perkembangan kemampuan murid.

Keempat komponen ini harus dikuasai setiap guru mapel dan disampaikan kepada siswa diawal, agar siswa tahu tentang mata pelajaran yang akan dipelajarinya, jadi lebih bermakna.

3. Fase-Fase Capaian Pembelajaran

Fase dalam capaian pembelajaran dibedakan menjadi enam fase (secara berurutan dari Fase A hingga Fase F). Berikut ini merupakan pengelompokan fase kemampuan dari A sampai dengan F ke dalam kelas dan jenjang pendidikan.

Fase A : Kelas 1 & 2 SD

Fase B : Kelas 3 & 4 SD

Fase C : Kelas 5 & 6 SD

Fase D : Kelas 7, 8, & 9 SMP

Fase E : Kelas 10 SMA

Fase F : Kelas 11 & 12 SMA.

4. Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran

Baik tujuan pembelajaran maupun alur tujuan pembelajaran secara subtansi adalah sama. Sama-sama menunjukkan target yang dicapai setelah proses pembelajaran selesai. Hanya saja dalam proses penyusunannya tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran memiliki perbedaan.

Penyusunan tujuan pembelajaran diawali dengan menganalisis capaian pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan menyusun tujuan pembelajaran melalui salah satu cara sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan pembelajaran dari CP secara langsung.

b. Menganalisis kompetensi dan materi yang terdapat pada CP.

c. Dirumuskan dengan lintas elemen CP.


Setelah tujuan pembelajaran dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun Alur Tujuan Pembelajaran. Alur Tujuan Pembelajaran merupakan tujuan pembelajaran yang harus disusun atau diurutkan berdasarkan susunan yang logis dan sistematis. Alur tujuan pembelajaran merupakan wujud uraian dari Capaian Pembelajaran yang telah dianalisis dan dikelompokkan secara sistematis mengacu pada prinsip yang ditetapkan dalam penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran.

Dalam Capaian Pembelajaran memuat berbagai kompetensi kunci yang belum tersusun secara sistematis misalnya berdasarkan tingkat kesulitan materi, maka kegiatan mengurai capaian pembelajaran menjadi beberapa tujuan pembelajaran kemudian menyusunnya secara sistematis dan logis menurut tahapan mudah ke sulit, umum ke khusus, maka hasilnya adalah Alur Tujuan Pembelajaran.

Yang harus diperhatikan dalam ATP adalah "struktur ilmu", perhatikan materi pra syarat untuk materi selanjutnya. ATP disusun dari yang paling sederhana ke yang komplek, dari yang mudah ke yang sukar.

5. Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran

Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP) dalam Kurikulum Merdeka, merupakan penjelasan (deskripsi) tentang kemampuan apa yang perlu ditunjukkan/didemonstrasikan peserta didik sebagai bukti bahwa ia telah mencapai tujuan pembelajaran. KKTP merupan pengganti KKM (kriteria ketuntasan minimal) pada kurikulum sebelumnya. KKTP dikembangkan oleh guru saat merencanakan asesmen, ketika menyusun perencanaan pembelajaran, baik dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran ataupun modul ajar.

KKTP berfungsi untuk mengetahui apakah peserta didik telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau belum. Selain itu KKTP juga menjadi pedoman guru dalam menyusun instrumen penilaian. Pendidik tidak disarankan untuk menggunakan angka mutlak (misalnya, 75, 80, dan sebagainya) sebagai kriteria. Yang paling disarankan adalah menggunakan deskripsi, namun jika dibutuhkan, maka pendidik diperkenankan untuk menggunakan interval nilai (misalnya 70 - 85, 85 - 100, dan sebagainya).

Dengan demikian, kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran dapat dikembangkan pendidik dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya:

a. Menggunakan deskripsi sehingga apabila peserta didik tidak mencapai kriteria tersebut maka dianggap belum mencapai tujuan pembelajaran

b. Menggunakan rubrik yang dapat mengidentifikasi sejauh mana peserta didik mencapai tujuan pembelajaran

c. Menggunakan skala atau interval nilai, atau pendekatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan pendidik dalam mengembangkannya.

Langkah sederhana untuk merumuskan KKTP adalah dengan merinci materi yang ada dalam TP menjadi bagian-bagian detil materi selanjutnya dari bagian-bagian materi itu masing-masing disandingkan dengan kompetensi yang linear dengan mengacu pada taksonomi Bloom. Misal jika materinya dimensi konseptual maka kompetensi yang tepat adalah KKO kognisi level 2 atau C2. Jika materinya dimensi factual, maka kompetensi yang tepat adalah KKO kognisi level 1 atau C1, begitu seterusnya.

Contoh :

Tujuan Pembelajaran : Memahami ketentuan jual beli

Lingkup materi jual beli adalah :


Selanjutnya memberikan KKO pada masing-masing materi tersebut sesuai dengan dimensi pengetahuannya.


Sehingga didapat rumusan KKTP dari tujuan pembelajaran ketentuan jual beli adalah :

1. Menjelaskan pengertian jual beli

2. Menjelaskan hukum jual beli

3. Menyebutkan rukun jual beli

4. Menyebutkan syarat jual beli

5. Menjelaskan macam-macam jual beli

6. Menganalisis jual belih mubah dan haram

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun, 2022. Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kemendibud Ristek. 2022. Surat Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek menerbitkan Surat Keputusan Nomor 033/H/KR/2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 008/H/KR/2022 tentang Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka. Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan. Jakarta

Kementerian Agama. 2022, Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3211 Tahun 2022 Tentang Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab Kurikulum Merdeka Pada Madrasah. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Jakarta















PENJELASAN APAKAH KURIKULUM MERDEKA AKAN BERUBAH MENJADI KURIKULUM NASIONAL ???


 

APLIKASI PENGHITUNG ANGKA KREDIT UNTUK KENAIKAN PANGKAT DAN JABATAN


 

PERSETUJUAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT TAHUN 2023





Sabtu, 02 Maret 2024

JENIS DAN TEKNIS PENILAIAN

 Jenis dan Teknik Penilaian

Baik dalam rencana pelaksanaan pembelajaran maupun modul ajar, rencana asesmen perlu disertakan dalam perencanaan pembelajaran. Dalam modul ajar, rencana asesmen ini dilengkapi dengan instrumen serta cara melakukan penilaiannya. Dalam dunia pedagogi dan asesmen, terdapat banyak teori dan pendekatan asesmen. Bagian ini menjelaskan konsep asesmen yang dianjurkan dalam Kurikulum Merdeka. Sebagaimana dinyatakan dalam Prinsip Pembelajaran dan Asesmen, asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar pertimbangan tentang ketercapaian tujuan pembelajaran.

Maka dari itu, pendidik dianjurkan untuk melakukan asesmen-asesmen berikut ini:

1. Asesmen formatif, yaitu asesmen yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar.

a. Asesmen di awal pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi ajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan. Asesmen ini termasuk dalam kategori asesmen formatif karena ditujukan untuk kebutuhan guru dalam merancang pembelajaran, tidak untuk keperluan penilaian hasil belajar peserta didik yang dilaporkan dalam rapor.

b. Asesmen di dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta didik dan sekaligus pemberian umpan balik yang cepat. Biasanya asesmen ini dilakukan sepanjang atau di tengah kegiatan/langkah pembelajaran, dan dapat juga dilakukan di akhir langkah pembelajaran. Asesmen ini juga termasuk dalam kategori asesmen formatif.

Asesmen sumatif, yaitu asesmen yang dilakukan untuk memastikan ketercapaian keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan pada akhir proses pembelajaran atau dapat juga dilakukan sekaligus untuk dua atau lebih tujuan pembelajaran, sesuai dengan pertimbangan pendidik dan kebijakan satuan pendidikan. Berbeda dengan asesmen formatif, asesmen sumatif menjadi bagian dari perhitungan penilaian di akhir semester, akhir tahun ajaran, dan/atau akhir jenjang. Kedua jenis asesmen ini tidak harus digunakan dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran atau modul ajar, tergantung pada cakupan tujuan pembelajaran. Pendidik adalah sosok yang paling memahami kemajuan belajar peserta didik sehingga pendidik perlu memiliki kompetensi dan keleluasaan untuk melakukan asesmen agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik masingmasing. Keleluasaan tersebut mencakup perancangan asesmen, waktu pelaksanaan, penggunaan teknik dan instrumen asesmen, penentuan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran, dan pengolahan hasil asesmen. Termasuk dalam keleluasaan ini adalah keputusan tentang penilaian tengah semester. Pendidik dan satuan pendidikan berwenang untuk memutuskan perlu atau tidaknya melakukan penilaian tersebut. Pendidik perlu memahami prinsip-prinsip asesmen yang disampaikan dalam Bab II, di mana salah satu prinsipnya mendorong penggunaan berbagai bentuk asesmen, bukan hanya tes tertulis, agar pembelajaran bisa lebih terfokus pada kegiatan

yang bermakna serta informasi atau umpan balik dari asesmen tentang kemampuan peserta didik juga menjadi lebih kaya dan bermanfaat dalam proses perancangan pembelajaran berikutnya. Untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran dan asesmen sesuai arah kebijakan Kurikulum Merdeka, berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang asesmen formatif dan asesmen sumatif sebagai acuan.

Asesmen Formatif Penilaian atau asesmen formatif bertujuan untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran, serta mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, hambatan atau kesulitan yang mereka hadapi, dan juga untuk mendapatkan informasi perkembangan peserta didik. Informasi tersebut merupakan umpan balik bagi peserta didik dan juga pendidik.

■ Bagi peserta didik, asesmen formatif berguna untuk berefleksi, dengan memonitor kemajuan belajarnya, tantangan yang dialaminya, serta langkahlangkah yang perlu ia lakukan untuk meningkatkan terus capaiannya. Hal ini merupakan proses belajar yang penting untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

■ Bagi pendidik, asesmen formatif berguna untuk merefleksikan strategi pembelajaran yang digunakannya, serta untuk meningkatkan efektivitasnya dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Asesmen ini juga memberikan informasi tentang kebutuhan belajar individu peserta didik yang diajarnya.

Agar asesmen memberikan manfaat tersebut kepada peserta didik dan pendidik, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam merancang asesmen formatif, antara lain sebagai berikut:

• Asesmen formatif tidak berisiko tinggi (high stake). Asesmen formatif dirancang untuk tujuan pembelajaran dan tidak seharusnya digunakan untuk menentukan nilai rapor, keputusan kenaikan kelas, kelulusan, atau keputusan-keputusan penting lainnya.

• Asesmen formatif dapat menggunakan berbagai teknik dan/atau instrumen. Suatu asesmen dikategorikan sebagai asesmen formatif apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas proses belajar.

• Asesmen formatif dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga asesmen formatif dan pembelajaran menjadi suatu kesatuan.

• Asesmen formatif dapat menggunakan metode yang sederhana, sehingga umpan balik hasil asesmen tersebut dapat diperoleh dengan cepat.

• Asesmen formatif yang dilakukan di awal pembelajaran akan memberikan informasi kepada pendidik tentang kesiapan belajar peserta didik. Berdasarkan asesmen ini, pendidik perlu menyesuaikan/memodifikasi rencana pelaksanaan pembelajarannya dan/ atau membuat diferensiasi pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

• Instrumen asesmen yang digunakan dapat memberikan informasi tentang kekuatan, hal-hal yang masih perlu ditingkatkan oleh peserta didik dan mengungkapkan cara untuk meningkatkan kualitas

tulisan, karya atau performa yang diberi umpan balik. Dengan demikian, hasil asesmen tidak sekadar sebuah angka.

Contoh-contoh pelaksanaan asesmen formatif.

• Pendidik memulai kegiatan tatap muka dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan konsep atau topik yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.

• Pendidik mengakhiri kegiatan pembelajaran di kelas dengan meminta peserta didik untuk menuliskan 3 hal tentang konsep yang baru mereka pelajari, 2 hal yang ingin mereka pelajari lebih mendalam, dan 1 hal yang mereka belum pahami.

• Kegiatan percobaan dilanjutkan dengan diskusi terkait proses dan hasil percobaan, kemudian pendidik memberikan umpan balik terhadap pemahaman peserta didik.

• Pendidik memberikan pertanyaan tertulis, kemudian setelah selesai menjawab pertanyaan, peserta didik diberikan kunci jawabannya sebagai acuan melakukan penilaian diri.

• Penilaian diri, penilaian antarteman, pemberian umpan balik antar teman dan refleksi. Sebagai contoh, peserta didik diminta untuk menjelaskan secara lisan atau tulisan (misalnya, menulis surat untuk teman) tentang konsep yang baru dipelajari.

• Pada PAUD, pelaksanaan asesmen formatif dapat dilakukan dengan melakukan observasi terhadap perkembangan anak saat melakukan kegiatan bermain-belajar.

• Pada pendidikan khusus, pelaksanaan asesmen diagnostik dilakukan untuk menentukan fase pada peserta didik sehingga pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, misalnya: salah satu peserta didik pada kelas X SMALB (Fase E) berdasarkan hasil asesmen diagnostik berada pada Fase C sehingga pembelajaran peserta didik tersebut tetap mengikuti hasil asesmen diagnostik yaitu Fase C

Asesmen Sumatif Penilaian atau asesmen sumatif pada jenjang pendidikan dasar dan menengah bertujuan untuk menilai pencapaian tujuan pembelajaran dan/atau CP peserta didik sebagai dasar penentuan kenaikan kelas dan/atau kelulusan dari satuan pendidikan. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. Sementara itu, pada pendidikan anak usia dini, asesmen sumatif digunakan untuk mengetahui capaian perkembangan peserta didik dan bukan sebagai hasil evaluasi untuk penentuan kenaikan kelas atau kelulusan. Asesmen sumatif berbentuk laporan hasil belajar yang berisikan laporan pencapaian pembelajaran dan dapat ditambahkan dengan informasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Adapun asesmen sumatif dapat berfungsi untuk:

• alat ukur untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik dalam satu atau lebih tujuan pembelajaran di periode tertentu;

• mendapatkan nilai capaian hasil belajar untuk dibandingkan dengan kriteria capaian yang telah ditetapkan; dan

• menentukan kelanjutan proses belajar siswa di kelas atau jenjang berikutnya.

Asesmen sumatif dapat dilakukan setelah pembelajaran berakhir, misalnya pada akhir satu lingkup materi (dapat terdiri atas satu atau lebih tujuan pembelajaran), pada akhir semester dan pada akhir fase; khusus asesmen pada akhir semester, asesmen ini bersifat pilihan. Jika pendidik merasa masih memerlukan konfirmasi atau informasi tambahan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, maka dapat melakukan asesmen pada akhir semester. Sebaliknya, jika pendidik merasa bahwa data hasil asesmen yang diperoleh selama 1 semester telah mencukupi, maka tidak perlu melakukan asesmen pada akhir semester. Hal yang perlu ditekankan, untuk asesmen sumatif, pendidik dapat menggunakan teknik dan instrumen yang beragam, tidak hanya berupa tes, namun dapat menggunakan observasi dan performa (praktik, menghasilkan produk, melakukan projek, dan membuat portofolio). Merencanakan Asesmen apabila pendidik menggunakan modul ajar yang disediakan, maka ia tidak perlu membuat perencanaan asesmen. Namun, bagi pendidik yang mengembangkan sendiri rencana pelaksanaan pembelajaran dan/atau modul ajar, ia perlu merencanakan asesmen formatif yang akan digunakan.

• Rencana asesmen dimulai dengan perumusan tujuan asesmen. Tujuan ini tentu berkaitan erat dengan tujuan pembelajaran.

• Setelah tujuan dirumuskan, pendidik memilih dan/atau mengembangkan instrumen asesmen sesuai tujuan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih/mengembangkan instrumen, antara lain: karakteristik peserta didik, kesesuaian asesmen dengan rencana/ tujuan pembelajaran dan tujuan asesmen, kemudahan penggunaan instrumen untuk memberikan umpan balik kepada peserta didik dan pendidik.

Berikut adalah contoh instrumen penilaian atau asesmen yang dapat menjadi inspirasi bagi pendidik, yaitu:

Rubrik Pedoman yang dibuat untuk menilai dan mengevaluasi kualitas capaian kinerja peserta didik sehingga pendidik dapat menyediakan bantuan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Rubrik juga dapat digunakan oleh pendidik untuk memusatkan perhatian pada kompetensi yang harus dikuasai.

Capaian kinerja dituangkan dalam bentuk kriteria atau dimensi yang akan dinilai yang dibuat secara bertingkat dari kurang sampai terbaik.

Ceklis Daftar informasi, data, ciri-ciri, karakteristik, atau elemen yang dituju.

Catatan Anekdotal Catatan singkat hasil observasi yang difokuskan pada performa dan perilaku yang menonjol, disertai latar belakang kejadian dan hasil analisis atas observasi yang dilakukan.

Grafik Perkembangan (Kontinum) Grafik atau infografik yang menggambarkan tahap perkembangan belajar. Instrumen asesmen dapat dikembangkan berdasarkan teknik penilaian yang digunakan oleh pendidik.

Di bawah ini diuraikan contoh teknik asesmen yang dapat diadaptasi, yaitu:

Observasi Penilaian peserta didik yang dilakukan secara berkesinambungan melalui pengamatan perilaku yang diamati secara berkala. Observasi dapat difokuskan untuk semua peserta didik atau per individu. Observasi dapat dilakukan dalam tugas atau aktivitas rutin/harian.

Kinerja Penilaian yang menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuannya ke dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Asesmen kinerja dapat berupa praktik, menghasilkan produk, melakukan projek, atau membuat portofolio.

Projek Kegiatan penilaian terhadap suatu tugas meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan, yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.

Tes Tertulis Tes dengan soal dan jawaban disajikan secara tertulis untuk mengukur atau memperoleh informasi tentang kemampuan peserta didik. Tes tertulis dapat berbentuk esai, pilihan ganda, uraian, atau bentuk-bentuk tes tertulis lainnya